Duhai kekasihku, kemarin aku adalah satu-satunya orang yang ada di alam ini. Kesendirian itu kejam seperti maut. Aku sendirian seperti bunga mawar yang tumbuh dalam bayang-bayang batu karang yang tinggi karena itu kehidupan tak merasakan keberadaanku, dan aku tak merasakan adanya kehidupan. Hari ini diriku telah sadar dan melihatmu berdiri di dekatnya, lalu aku memuji dan bertahlil, kemudian aku bersimpuh di hadapanmu sebagaimana yang dilakukan penggembala itu ketika dia melihat tumbuhan yang hijau.
Hei kekasihku, sentuhan-sentuhan udara kemarin adalah sesuatu yang terasa kasar, sinar matahari lemah, kabut menutupi permukaan bumi, suara gemuruh ombak laut seperti geledek menyambar. Aku melihat keseluruh penjuru tetapi aku tak melihat selain diriku yang ketakutan berdiri di tepian jurang dan bayang-bayang kegelapan yang turun lalu naik di sekitarku seperti burung gagak yang lapar, dan hari ini udara telah segar, ada cahaya terang, ombak besar di laut telah diam dan mendung hitam telah menghilang, karena itu bagaimana pun aku memandang aku melihatmu, aku melihat rahasia-rahasia hidup yang mengitarimu seperti lingkaran cahaya bulan yang menimpa burung-burung di atas permukaan telaga yang tenang ketika burung -burung itu mencebur ke dalam air telaga yang tenang itu.
Kemarin aku adalah sebuah kata yang diam di keheningan malam, dan sekarang aku telah menjadi sebuah lagu gembira dalam bahasa sehari-hari. Semua itu telah sempurna dalam satu detik saja tersusun dari tatapan, sebuah kata, tarikan nafas panjang dan ciuman. Hei kekasihku, itulah detik waktu yang telah mengumpulkan kepingan-kepingan diriku si masa lalu dan impian-impian jiwaku yang akan datang, seperti mawar putih yang keluar dari dalam jantung bumi yang gelap menuju cahaya siang. Itulah saat terindah dari seluruh hidupku dalam rumah kelahiran berkembang menjadi besar dari seluruh anak bangsa, karena dia berisi ruh, kesucian dan cinta, karena dia menjadikan kegelapan sebagai lautan cahaya, penderitaan menjadi kegembiraan dan nestapa menjadi kebahagiaan.
Hai kekasihku, nyala api cinta turun dari langit susul-menyusul seperti gelombang dengan rupa yang bermacam-macam, tetapi peran dan pengaruhnya di dunia ini hanya satu, karena nyala api kecil yang menerangi kekosongan hati manusia adalah seperti nyala api yang besar yang turun dari ketinggian dan menyinari kegelapan manusia seluruhnya. Dalam jiwa yang satu itu, ada banyak keinginan dan perasaan yang sama sekali tidak berlawanan dengan keinginan-keinginan dan perasaan-perasaan makhluk dalam diri keluarga manusia.
Wahai kekasihku, apa aku tak pernah berharap akan datangnya seseorang yang tulus dalam kesunyian malam yang akan menyelamatkan aku dari perbudakan masa dan kepayahan-kepayahannya? Apakah aku tak merasakan seperti umat-umat terdahulu akan laparnya jiwa yang dalam? Apakah aku tak pernah berjalan di atas jalan-jalan kehidupan seperti anak kecil yang hilang di antara orang-orang yang masih hidup lagi terbuang? Ataukah jiwaku tak pernah menyerupai sebutir biji yang dibuang di padang pasir dan tak ada burung yang menemukannya lalu menelannya, dan tak ada sesuatu yang bisa membelahnya sehingga biji itu tumbuh?
Duhai kekasihku, sungguh kemarin iu semua telah ada ketika mimpi-mimpiku merangkak dalam sisi kegelapan dan takut mendekat kepada cahaya ketika putus asa melumpuhkan tulang rusukku dan kemudian kembali rasa jemu tegak berdiri. Dalam satu malam bahkan dalam satu waktu saja menjauh dari buruknya hidupku, karena dia lebih elok dari usia hidupku. Ruh turun dari tengah lingkaran cinta yang tinggi lalu menatapku dari balik kedua matamu, dan berbicaralah padaku dengan bahasamu, dan dari penglihatan dan kata-kata yang mendukungmu itu cinta telah melompat dan menetap dalam sepersepuluh hatiku. Cinta yang agung itu duduk di tempat yang terlindung dalam dadaku. Itulah cinta yang indah yang selalu dilingkupi oleh bendungan perasaan, itulah bunyi yang bersandar di dada jiwa yang telah membuat kesedihan dalam batinku menjadi kegembiraan, dan menjadikan keputusasaan semangat hidup dan sendiri menjadi kenikmatan. Itulah raja agung di atas tahta dzat jiwa yang penuh makna yang dengan suaranya telah mengembalikan kehidupan sebagai ganti atas hari-hariku yang serasa mati, dengan sentuhannya memberi cahaya di atas kelopak mataku yang sembab oleh air mata, dan mengambil impianku dengan tangan kanannya keluar dari kedalaman putus asa.
Duhai kekasihku, dulu setiap saat adalah malam, lalu berubah menjadi fajar pagi, terus akan menjadi siang karena jiwa anak kecil akan tumbuh menjadi dewasa dan masuk di sela detik-detik alam raya dan melampaui lipatan debu halus. Dulu hidupku adalah kesedihan lalu menjadi kegembiraan dan akan menjadi penuh nikmat, karena kedua lengan anak kecil itu telah masuk ke dalam hatiku dan memeluk jiwaku.